15 June 2010

Teori 'LompatanKodok' Habibie yangKandas

Pemikiran
Bacharuddin Jusuf Habibie
atau dikenal sebagai BJ Habibie
tentang “high-tech” mendapat
"restu" dari penguasa rezim
Orde Baru Presiden Soeharto
kala itu.
Untuk mewujudkan pemikiran
dan cita-cita Habibie,
pemeritah melalui APBN
menggelontorkan angaran
yang cukup besar untuk
menggerakkan industri-
industri berteknologi tinggi.
Habibie pada tanggal 26 April
1976 mendirikan PT Industri
Pesawat Terbang Nurtanio.

Perusaan ini menjadi industri
pesawat terbang pertama di
Kawasan Asia Tenggara.
Pada 11 Oktober 1985,
Industri Pesawat Terbang
Nurtanio berganti nama
menjadi Industri Pesawat
Terbang Nusantara (IPTN).
Namun pada Agustus 2000,
IPTN direkstrurisasi menjadi
Dirgantara Indonesia (PT DI).
Untuk mendukung
operasionalisasi sejumlah
perushaan strategis dan
pengembangan teknologi
canggih yang dirintis Habibie,
pemerintah sejak tahun 1998
harus mengeluarkan anggaran
cukup besar. Namun
keberpihakan Pak Harto
terhdap ide dan saran-saran
Habibie ini tak luput
penentangan.
Ide besar Habibie saat itu
dinilai sebagai proyek
mercusuar yang menguras kas
negara. Padahal, hasilnya
belum sebanding. Namun,
Habibie sendiri memiliki
argumentasi logis untuk
menampik pandangan negatif
tersebut terutama dari
kalangan ekonom kapitalis.
Habibie berasumsi untuk
mengembangkan industri
berbasis teknologi tinggi
membutuhkan investasi besar
dengan jangka waktu lama.
Hasilnya pun tidak mungkin
dirasakan langsung. Selama
bertahun-tahun, industri
strategis garapan Habibie ini
memang memberikan hasil
yang memuasakan. Sementara
di sisi lain, negara harus terus
menerus membiayainya.
Kendati demikian, IPTN,
Pindad, dan PAL, pada
akhirnya memberikan
produksinya berupa pesawat
terbang, helikopter, senjata,
kemampuan pelatihan dan jasa
pemeliharaan untuk mesin-
mesin pesawat, amunisi, kapal,
tank, panser, senapan kaliber,
water canon, kendaraan RPP-
M, kendaraan combat dan
masih banyak lagi baik untuk
keperluan sipil maupun militer.
Dilihat dari kiprahnya, Habibie
dapat dianggap sebagai bapak
teknologi Indonesia. Habibie
menjadi salah satu tokoh yang
memberikan terobosan besar
dalam pengembangan
teknologi di Indonesia,
terlepaskan seberapa besar
kesuksesan industri strategis
yang dirintisnya.
Namun langkah Habibie yang
masih panjang saat itu
dihadapakan dengan kondisi
sosial, ekonompi dan politik
tanah air yang tidak sejalan.
Terlebih sejak tahun 1992,
International Monetary Fund
(IMF)- organisasi internasional
yang bertanggungjawab dalam
mengatur sistem finansial
global dan menyediakan
pinjaman, menginstruksikan
Soeharto tidak memberikan
dana operasi kepada IPTN.
Praktis sejak kebijakan ini
keluar, IPTN mulai mengalami
masa kritis hingga
direstrukturisasi menjadi PT
DI. Saat ini kondisi PD DI
dapat dikatakan berada
diambang kehancuran.
Instruksi IMF yang meminta
tidak mendanai lagi IPTN
bukan tanpa sebab. Hal itu
terkait dengan rencana
Habibie mengembangkan
industri satelit dalam negeri
mengingat pada era 70-an
Indonesia merupakan negara
terbesar kedua pemakaian
satelit. Selain itu, Indoensia
juga merencanakan
pembuatan pesawat dan
peralatan militer hasil karya
anak bangsa sendiri.
Terkait pengembangan
industri ruang angkasa ini,
Habibie akan menarik
sedikitnya 40 tenaga ahli
Indonesia yang bekerja di
perusahaan pembuat satelit
Hugghes, di Amerika Serikat.
Apabila rencana ini terwujud
akan mengancam industri
teknologi AS, setidaknya akan
mengurangi pangsa pasar.
Selain itu, ada kehawatiran
dari pihak AS dan negara maju
lainnya terhadap kemajuan
teknologi militer Indonesia
yang berpenduduk besar
dengan wilayah luas serta
potensi sumber daya alam
melimpah.
Salah satu yang pernah
diajarkan oleh Habibie adalah
teori "Lompatan Kodok".
Menurut Habibie, jika ingin
menguasai teknologi maka
lebih baik sekalian kuasai
teknologi yang paling sulit. Bila
hal tesulit dapat dikuasai,
otomatis teknologi yang
tingkat kesulitannya ada di
bawahnya akan gampang
dikuasai.
Karenanya jika mampu
menguasai teknologi pesawat
terbang, niscaya teknologi
otomotif, elektronik, senjata,
dan produk massal lainnya
akan lebih mudah dikuasai.
Teknologi aeronautika inilah
yang dinilai tersulit di bawah
teknologi antariksa, dan
energi nuklir.
Tidak heran, Habibie serius
mengembangkan IPTN.
Dengan harapan, jika IPTN
dikelola dengan profesional
dan menghasilkan sebuah
produk bermutu, akan
merangsang produksi berbasis
teknologi di sektor lainnya.
Boleh jadi jika teori "Lompatan
Kodok" Habibie ini sejak dulu
dipahami, tentunya rakyat
Indonesia tak "gagap"
teknologi.

No comments:

Post a Comment