10 July 2010

"Tak Pakai Senjata Saja Arogan,Apalagi..."

Rencana mempersenjatai
Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) ditentang luas
oleh kalangan yang selama
ini menjadi target operasi Satpol
PP, seperti pedagang kaki lima,
sementara pandangan internal
Satpol PP sendiri tidak bulat.

"Tidak pakai senjata saja sudah
arogan, bagaimana kalau dikasih
senjata?" kata Edy Setiawan,
petugas kebersihan makam Mbah
Priuk, yang beberapa waktu lalu
menjadi penyebab dan tempat di
mana insiden berdarah terjadi.
Edy menilai Satpol PP tidak perlu
dipersenjatai, karena dengan
pentungan saja mereka sudah
semena-mena. "Polisi saja yang
sudah lama pakai senjata bisa salah
sasaran, apalagi satpol PP,"
sambungnya.
Dia menganggap senjata malah
membuat Satpol PP kian arogan
dan bisa asal tembak.
Sementara Ary Wiyanta, petugas
parkir makam Mbah Priuk, justru
meminta Satpol PP dibubarkan
saja. Dia menyamakan Satpol PP
dipersenjatai dengan mengajak
perang lagi kepada korban
Kerusuhan Priuk.
"Arogannya itu yang saya
takutkan. Tidak diberi senjata saja
seperti itu, apalagi punya," kata
Suhendi, pedagang kaki lima di
kawasan perempatan Mambo, Koja
Selatan.
Suhendi mengungkapkan
ketidaksetujuannya pada ide
mempersenjatai Satpol PP. Meski
begitu dia mengakui di wilayah
usahanya, sikap Satpol PP cukup
baik di mana mereka selalu
memberitahukan dulu kepada para
pedagang jika ada penertiban kaki
lima.
"Kalau saya ditertibkan sih nurut
saja, soalnya usaha saya bisa jadi
serba salah," sambungnya.
Dari sisi Satpol PP sendiri, ternyata
panilaian mengenai Satpol PP
dipersenjatai tidak seragam,
Sebagian ada yang bersetuju,
sebagian kecil lainnya menolak.
Subur, kordinator lapangan Satpol
PP Provinsi DKI, menilai senjata itu
diperlukan karena massa sekarang
sulit dikendalikan dan akan berguna
jika keadaan terdesak seperti pada
kasus Kerusuhan Priok.
Tetapi dia menggarisbawahi bahwa
senjata yang digunakan adalah
berpeluru hampa. Ia
mengungkapkan, kekerasan
muncul karena kondisi lapangan
yang membuat mereka beralih
menggunakan cara-cara yang tidak
persuasif.
Sebaliknya, seorang anggota Satpol
PP Provinsi DKI, Erwin CK, menilai
jika pun senjata diberikan kepada
kesatunnya, maka peruntukkannya
harus dijamin bukan untuk main-
main, melainkan harus tepat sasaran
atau sesuai kapasitas serta tingkat
kematangan emosi penggunanya.
Erwin sendiri mengaku akan
menolak pemberian senjata karena
dinilainya malah akan
membebaninya, apalagi stabilitas
emosinya belum matang.
"Saya tidak setuju mendapat
senjata bila tidak melalui proses
psikotes dan seleksi yang ketat
karena saya belum mampu
mengontrol emosi saya," aku
Erwin.

2 comments:

  1. Aduhhh.... ada-ada saja maunya. Pertama, keberadaan mereka ini sebagai apa bahkan perlu ditinjau ulang apa perlu ada satpol PP. Kedua, memegang senjata membutuhkan banyak persyaratan, terutama mental atau psikologis. Bisa-bisa senjata yang dipegang disalahgunakan, Ketiga, perlu biaya besar. Biaya dari mana lagi? Kalau memang akan dipersenjatai, perlu tes macem, perlu pelatihan, dan belum lagi beli senjatanya untuk seluruh Indonesia.Keempat, tugas mereka sebenarnya apa, sih? Buat pengamanan? Kepada siapa? Mereka kan nggak dikirim perang.

    Yang perlu diberikan kepada para anggota Satpol PP ini adalah bagaimana memandang manusia lain itu seperti kawan, sesama masyarakat dan bukan musuh. Saya yakin kebanyakan mereka juga tergolong kelompok masyarakat di bawah kelas menengah. Kasihan mereka seperti "diadu" dengan kelompok masyarakat yang sebenarnya dari taraf kesejahteraannya tidak jauh berbeda.

    Mereka tidak perlu senjata. Yang mereka perlukan adalah pendidikan untuk menertibkan sekelompok masyarakat yang tidak taat peraturan (kelompok masyarakat ini ibaratnya dilepas badannya tapi dipegang ekornya, dibebasin berdagang, misalnya) tapi sewaktu-waktu diusir)) dengan cara yang manusiawi didasari solidaritas.

    :) Salam,

    Mochammad
    http://mochammad4s.wordpress.com/
    http://notulabahasa.com/

    ReplyDelete
  2. Wah komplit nih komentar'a :)

    Yah begitulah di negara ini udah kebiasaan buang2 duit sama hal2 yg ga penting...

    ReplyDelete