08 July 2010

Momentum Van Bronckhorst dan "Lebaran Kuda"

258x402vanbronckhorst.jpg
"Kalo Belanda juara dunia berarti nyong Ambon yang angkat Trofi Piala Dunia? Bravo Maluku," tulis seorang bernisial Dave Mollucas penuh harap di sebuah situs harian nasional sebagai euphoria dari perhelatan akbar Piala Dunia
Afrika Selatan 2010.
Belum cukup menggantung harap,
dua penulis lain kemudian
menimpalinya dengan
mengutarakan rembetan
keprihatinan seputar sepak bola
nasional. "Ingat Ambon
manise...nyong Ambon yang
hebat," tulis Hadi.
"Bronckhorst, kapan-kapan ke
Maluku ya biar tahu kalau di sana
gudang pemain bola, tapi sayang
tidak ditangani serius oleh PSSI,"
tulis Vand der Liek pula.
Tiga keping uneg-uneg tertulis itu
mengarah kepada kapten
"Oranje", Giovanni van
Bronckhorst. Aksi perorangan
dari sosok yang tidak bule
seperti layaknya orang Belanda
umumnya itu lantas mengundang
tanya, siapa dia sebenarnya dan
apa yang telah dia lakukan bagi
negerinya itu?
Publik pencinta bola global
melontarkan decak kagum. Van
Bronckhorst tampil fenomenal
pada babak empat besar di
Cape Town, Rabu (7/7/10) dini
hari WIB. Ban kapten yang
membelit di lengannya
menandakan bahwa ada
tanggung jawab yang diserahkan
kepadanya.
Berpenampilan kalem dan
bersiap menginspirasi rekan-
rekannya di lapangan hijau, bek
kiri timnas Belanda itu
menghantarkan "The Flying
Dutchmen" menuju final `event`
empat tahunan itu.
Lahir di Rotterdam, van
Bronckhorst digadang-gadang
punya nenek moyang asal
Maluku. Ya, Indonesia. Ada
noktah prestasi tak terlupakan. Ia
mencetak sebuah gol pembuka
bagi "Oranje" ketika melawan
Uruguay di semifinal Piala Dunia
2010.
Buuummm..., bak letusan meriam,
sontak penonton seluruh
penonton stadion terhenyak.
Sebuah tendangan keras jarak
jauhnya dari luar kotak penalti
menghunjam ke sudut kiri
gawang Uruguay yang dijaga
oleh Fernando Muslera.
Komentator televisi berujar,
kiper mana pun di dunia ini akan
sulit meraih dan menjangkau
Jabulani. Belanda ungggul 1-0.
Dia juga melakoni aksi
penyelamatan pada menit ke-49,
ketika skor imbang 1-1, dengan
menyundul bola yang menuju ke
gawang yang tidak terkawal lagi.
Paling tidak, dua aksi perorangan
yang diperagakan mantan
pemain Barcelona itu mengikat
dan memikat memori pencandu
bola.
Ketika menginjak usia 35 tahun,
ada setangkup harap bahwa tim
yang dibelanya itu beroleh gelar
juara. Setelah itu, ia berikrar akan
gantung sepatu usai turnamen
kolosal ini. Secara terang
benderang, ini penampilan
terakhir dan terindah selama dia
berkiprah di arena sepak bola.
Harap campur bangga, publik
pencinta bola nasional boleh urun
gembira karena van Bronckhorst
punya nenek moyang orang
Indonesia. Bukan soal ikut nebeng
populer bahkan nimbrung sukses,
kiprah salah satu pemain negeri
Kincir Angin itu memantik
kebanggaan bahwa ada titik-titik
harapan di seberang sana bagi
bibit-bibit muda punggawa
Merah Putih.
Sekurang-kurangnya ada tiga
pemain timnas Belanda yang
disebut-sebut punya darah
Indonesia, yakni John Heitinga,
Robin Van Persie dan Demy De
Zeeuw. Ada juga Radja
Nainggolan yang kini membela
timnas Belgia, demikian catatan
dari situs Goal.
Darah Indonesia begitu deras
mengalir pada sejumlah pemain
muda di luar negeri. Sederet
nama pemain U-23 keturunan
Indonesia kini berlaga di sejumlah
klub Belanda.
Menurut catatan Bola, mereka
adalah Donovan Partosoebroto
yang bermain untuk tim Ajax
Junior, Lucien Sahetapy (BV
Veendam Junior), Raphael
Tuankotta (BV Veendom),
Estefan Pattinasarany (AZ
Alkmaar Junior), Michael Timisela
(Ajax), Christian Supusepa (Ajax
Junior), Justin Tahapary (FC
Eindhoven), Marvin Wagimin
(VVV-Venlo), Peta Toisuta
(Zwolle), Tobias Waisapy
(Feyenoord Junior), Raymond
Soeroredjo (Vitesse Junior),
Yoram Pesolima (Vitesse Junior),
Raphael Supusepa (MVV
Maastricht), Levi Risamasu
(AGOVV), Marciano Kastoredjo
(De Graaftschap), David Ririhena
(TOP Oss), Joas Siahaija (MVV),
Irfan Bachdim (eks Utrecht).
Dengan memanfaatkan
momentum van Bronckhorst di
Piala Dunia 2010 bersama seruan
khas Maluku, "Ingat Ambon
Manise...," ada setumpuk gawe
konkret bagi PSSI untuk
memajukan sepak bola nasional,
salah satunya memanggil para
pemain muda itu yang rata-rata
bermain di Liga Belanda untuk
memperkuat Tim Merah Putih di
level U-23 dan tim senior.
Bukankah euphoria Piala Dunia
membuat Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mau
berbuat sesuatu demi
mewujudkan timnas sepak bola
yang handal.
"Kalau tidak ada langkah konkret,
sampai Lebaran Kuda sepak bola
Indonesia akan begini terus," kata
Presiden saat membuka rapat
kabinet terbatas bidang politik,
hukum, keamanan, kesejahteraan
rakyat dan ekonomi di kantor
Presiden, Jakarta.
"Kenapa Indonesia tidak
bertekad? Dalam jangka
menengah tidak usah tingkat
dunia dulu, tapi bisa di Asia
Tenggara dulu. Menko Kesra
tolong dengarkan aspirasi rakyat,
saya serius ini," katanya.
Presiden akan memanggil Ketua
Umum KONI/KOI Rita Subowo
dan Ketua Umum PSSI Nurdin
Halid untuk mengagendakan
pembicaraan mengenai
peningkatan prestasi sepak bola
nasional.
"Saya memang dengar kabar
bahwa Presiden akan memanggil
PSSI dan KONI/KOI. Kalau itu
memang terwujud akan sangat
baik sekali," kata Sekjen PSSI
Nugraha Besoes, sebagaimana
dikutip dari harian TopSkor.
Momentum van Bronckhorst bagi
sepak bola nasional dalam
cahaya Lebaran Kuda tidak
berdaya guna bila PSSI
menempuh jalan pintas serba
instan, misalnya mengirimkan
timnas senior junior berguru ke
luar negeri dengan biaya miliaran
rupiah.
Kalau saja PSSI berencana
mendatangkan pemain blasteran
masuk timnas, maka
pertanyaannya, apakah skuad
muda yang berkiprah di Eropa
itu rela menanggalkan paspor
Belanda dan hanya memegang
paspor Indonesia?
Post Scriptum, para pengamat
bola sudah berbusa-busa bicara
bahwa kompetisi tingkat nasional
yang ajeg, pembinaan pemain
muda yang terencana dan
pengelolaan organisasi PSSI yang
transparan, jadi awal yang
menjanjikan bagi prestasi sepak
bola nasional.
Bukankah pepatah Belanda
menyebutkan, awal yang baik
berarti setengah pekerjaan telah
selesai? Mumpung ada
momentum dari sosok Giovanni
van Bronckhorst.

1 comment: