08 July 2010

Persoalan Indonesia-MalaysiaHarus Dilihat Secara Rasional

Pemimpin Redaksi Harian Jurnal
Nasional Asro Kamal Rokan
mengatakan, permasalahan yang
kerap terjadi antara Indonesia
dengan negara jiran Malaysia,
harus dilihat secara rasional dan
diselesaikan hingga tuntas.
"Banyak ketidaktahuan dan
kecurigaan yang menjadi
masalah. Permasalahan ini jangan
dipikirkan secara emosional
karena dengan menyatakan
serumpun tidak akan
menyelesaikan masalah, tapi lihat
secara rasional," katanya dalam
bedah buku berjudul "Maumu
Apa Malaysia" di Jakarta, Rabu.
Dalam bedah buku karya Genuk
Ch Lazuardi di Wisma ANTARA
itu, Asro Kamal Rokan
mengatakan, hubungan antara
Indonesia-Malaysia harus dilihat
sebagai hubungan suatu negara
karena selama ini yang lebih
dikedepankan adalah emosional.
Selain itu, permasalahan yang
timbul cenderung di level
masyarakat bawah sedangkan
pada level pemerintah tidak ada
masalah yang bisa menimbulkan
perselisihan serius.
"Kita marah ketika budaya
Indonesia diklaim milik Malaysia.
Kita mengedepankan emosional
ketika ada masalah menyangkut
tenaga kerja Indonesia di sana.
Tapi kita tidak punya kekuatan
untuk berani menghentikan
pengiriman TKI ke Malaysia," kata
Asro yang juga anggota Dewan
Pengawas Perum LKBN ANTARA
itu.
Dikatakannya, bahwa Pemerintah
Indonesia tidak berani
menghentikan pengiriman TKI
karena tidak bisa memberi
lapangan pekerjaan bagi jutaan
TKI yang saat ini mengadu nasib di
negara jiran itu.
Contoh lain seperti kepemilikan
perkebunan sawit di Indonesia
yang sebagian besar dipegang
pengusaha Malaysia harus dilihat
secara rasional karena mereka
yang memiliki uang, begitu juga
dengan bisnis-bisnis lain yang
dikuasai Malaysia.
Terkait buku "Maumu Apa
Malaysia", Asro mengaku bangga
bahwa ada karya intelektual
dengan bahasa jurnalisme dan
fakta yang baik yang ditulis
sehingga mampu membuka mata
semua orang tentang hubungan
Indonesia dengan Malaysia.
Hal senada diungkapkan Peneliti
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Alfitra Salaam
yang juga menjadi salah satu
narasumber acara bedah buku
tersebut.
Dikatakan Alfitra, isu yang
diangkat dalam buku tersebut
adalah fakta dan buku yang
digarap hanya dalam waktu tiga
minggu itu benar-benar berisi dan
memahami tentang perasaan
orang Indonesia terhadap
Malaysia.
Ia juga menilai bahwa
kebudayaan Malaysia belum
tuntas dan tidak ada yang realitas,
yang disebutnya dengan "budaya
mampir" seperti budaya China,
Melayu dan India, sebab tidak
ada yang benar-benar budaya
Malaysia.
"Karena sedang mencari identitas
diri, sehingga mereka ambil
budaya ke mana-mana.
Pencarian identitas ini yang
menimbulkan perselisihan antara
Indonesia dengan Malaysia," kata
Alfitra.
Dia juga menambahkan, bahwa
keadaan tersebut harus dipahami
sehingga warga Indonesia tidak
perlu emosi, tapi seharusnya
bersyukur bahwa budaya
Indonesia seperti Reog, batik dan
lainnya sudah dikampanyekan.
Dikatakannya, hampir 20 tahun
masalah antara Malaysia dengan
Indonesia tidak terselesaikan dan
terkesan ditutup-tutupi seperti
kasus Pulau Sipadan yang
sebenarnya sudah mencuat sejak
1967.
"Jika kita mau aman, selesaikan
semua permasalahan secara
tuntas dan dengan dialog,"
demikian Alfitra Salaam.

No comments:

Post a Comment